![]() |
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan bahwa pengembangan hidrogen merupakan wujud komitmen PLN dalam mendukung visi besar Presiden Prabowo untuk mencapai swasembada energi nasional. |
Dukungan untuk Target NDC dan Visi Asta Cita
Direktur Perkapalan dan Kepelautan Kemenhub, Hendri Ginting, mengapresiasi inisiatif multisektor ini. Menurutnya, studi konversi kapal konvensional menjadi kapal hibrida berbasis hidrogen dan baterai akan menjadi langkah krusial dalam mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor maritim. “Kemenhub berkomitmen mendorong kolaborasi ini sebagai bagian dari kontribusi terhadap pencapaian Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia,” tegas Hendri.
Dukungan serupa disampaikan Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo. Ia menegaskan, kerja sama ini selaras dengan visi Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo untuk mewujudkan swasembada energi dan ketahanan berbasis sumber daya domestik. “Ini adalah langkah konkret mendukung dekarbonisasi transportasi nasional, khususnya maritim, sekaligus memperkuat komitmen menuju NZE 2060,” ujar Darmawan.
Hartanto Wibowo, Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN, mengungkapkan studi akan difokuskan di wilayah Indonesia Timur. Kawasan ini dipilih karena memiliki potensi energi terbarukan melimpah, seperti tenaga surya dan angin, serta menjadi jalur pelayaran strategis yang dikelola PT ASDP. “PLN akan memanfaatkan infrastruktur dan keahlian dalam pengelolaan energi bersih untuk mendorong ekosistem hidrogen hijau dari hulu ke hilir,” jelas Hartanto.
Saat ini, PLN telah memproduksi 203 ton hidrogen hijau melalui 22 Green Hydrogen Plant (GHP) yang tersebar di berbagai daerah. Keberadaan GHP ini menjadi fondasi dalam menyuplai kebutuhan energi ramah lingkungan untuk sektor transportasi, termasuk kapal feri dan logistik maritim.
Teknologi Fuel Cell dari HDF Energy Jadi Kunci
Mathieu Geze, Direktur HDF Energy untuk Asia Pasifik sekaligus Direktur Utama PT HDF Energy Indonesia, menyatakan komitmen perusahaannya dalam mendukung transisi energi melalui teknologi fuel cell berbasis hidrogen hijau. “Kolaborasi ini akan menempatkan Indonesia sebagai pelopor inovasi hidrogen hijau di Asia Pasifik. Teknologi kami tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga menjadi etalase kemampuan Prancis di kancah global,” papar Geze.
Fuel cell dinilai sebagai solusi efisien untuk kapal jarak menengah hingga panjang, karena mampu menyimpan energi dalam jumlah besar tanpa emisi karbon. Teknologi ini diharapkan dapat diintegrasikan dengan sistem hibrida baterai untuk meningkatkan efisiensi operasional pelayaran.
Kolaborasi empat pihak ini diharapkan menjadi katalisator percepatan transisi energi di sektor maritim, yang selama ini menyumbang 3% emisi gas rumah kaca global. Implementasi hidrogen hijau pada kapal feri dan logistik tidak hanya mengurangi jejak karbon, tetapi juga membuka peluang investasi dalam industri energi terbarukan, penciptaan lapangan kerja hijau, serta penguatan ketahanan energi nasional.
Selain itu, inisiatif ini memperkuat posisi Indonesia dalam peta ekonomi hidrogen global, yang diproyeksikan mencapai nilai USD 2,5 triliun pada 2050. Pemanfaatan sumber daya lokal, seperti energi surya dan angin, juga sejalan dengan prinsip kemandirian energi yang diamanatkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Meski potensinya besar, pengembangan hidrogen hijau di sektor transportasi laut masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti tingginya biaya produksi, kebutuhan infrastruktur pendukung, dan regulasi yang perlu disesuaikan. Untuk itu, studi bersama ini akan mencakup aspek teknis, ekonomi, dan kebijakan guna memastikan implementasi yang feasible.
Kesuksesan proyek percontohan di Indonesia Timur diharapkan menjadi model replikasi di wilayah lain, sekaligus menarik minat investor global untuk turut serta dalam pengembangan ekosistem hidrogen hijau di Tanah Air. Dengan sinergi antar-pemangku kepentingan, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama dalam era ekonomi hijau global.